DATANG DAN PERGI
[Sindrome 3M: Mega Mendung Minded]
CANDITA #17

“Ikatan persaudaraan (ukhuwah) itu bukan terletak pada pertemuan,
bukan pula pada manisnya ucapan di lisan.
Namun, ikatan persaudaraan itu terletak pada
ingatan seseorang pada saudaranya dalam doanya.”
(Al-Gozali)

SEMBILAN PULUH HARI
Saat ditanya apakah waktu 90 hari itu lama atau sebentar, saya yakin hanya 1 dari 258 peserta Diklat Cakim Angkatan V Mahkamah Agung RI yang akan menjawab “lama”, dan sisanya sebanyak 257 peserta akan menjawab “luama banget”. Atau, saat kamu tanya kepada seseorang apakah 90 hari itu sebentar atau lama, lalu kamu mendapatkan dua jawaban berbeda dari satu orang tersebut, maka pasti ia adalah peserta diklat Cakim Angkatan V.

Apa pasal ia memberikan dua jawaban berbeda untuk satu pertanyaan? Mudah saja, kedua jawaban tersebut diberikan dalam waktu yang berbeda. Pertama, jawaban “lama” akan dilontarkan dengan serta merta dan tanpa perlu berpikir panjang saat ia ditanya di awal diklat akan dimulai. Tentu saja ia akan menjawab seperti itu lantaran akan meninggalkan rutinitas kesehariannya di kantor dan di rumah, terlebih bagi mereka yang sudah bersanak famili. Sehingga yang ada di fikirannya adalah perasaan terkekang selama 90 hari dengan bayangan kegiatan yang membosankan.

Nah, jawaban kedua yaitu “sebentar” pastinya akan dilontarkan saat ia ditanya di akhir diklat akan selesai. Dan, sssttt… ini rahasia kita berdua yah, ternyata banyak juga lho yang menjawabnya dengan haru sampai menitikkan air mata. Aih, sedihnya.

Betapa tidak sedih, coba bayangkan, dari tanggal 3 Mei sampai 1 Agustus 2010, selama 90 hari di kamar asrama gedung Sari berlantai tiga itu, kami memulai aktivitas mulai dari membuka mata sampai menutupnya kembali. Pagi, siang, sore, dan malam kami jalani bersama-sama. Canda, tawa, suka dan duka kami rasakan bersama-sama. Mulai dari tidak mengenal satu sama lain sampai sudah seperti saudara sendiri. Seperti satu anggota tubuh, ketika tangan kiri terluka, tangan kanan mengobati tanpa perlu dipinta.

Kami datang dari berbagai daerah se-Indonesia, tak jarang di antara kami datang dengan sudut pandangnya masing-masing. Perbedaan pendapat di antara kami tak jarang terjadi. Namun itu semua melebur dengan sendirinya menjadi satu rasa kebersamaan, apalagi di saat akhir menjelang diklat selesai. Rasanya menyesal jika kemaren kami telah melakukan kekhilafan kepada kawan-kawan. Rasanya baru kemaren kami bertemu dan saling mengenal. Namun, tak terasa waktu terus bergulir, hingga angka 90 itu pun berpamitan.

Saat itu mayoritas kami saling bertanya “emang sekarang betul tanggal 1 Agustus 2010?”, sembari mencubit pipi masing-masing, khawatir ini adalah mimpi. Sungguh kebersamaan yang tak tertandingi!

Banyak hal yang menyimpan kenangan menarik selama diklat; Senam Tera alias Kikuk di pagi buta ditambah Poco-poco dan Sajojo yang menghentak. Taman Nusantara yang menyimpan sejuta kenangan sebagai smoking area, tempat pijit refleksi telapak kaki, dan jogging track yang menantang dengan tanjakan yang curam. Labirin bebas [mengeluarkan] asap rokok. Coffe break, resume, moot court, name tag, IMB, dan sebagainya adalah sebagian dari sekian banyak nama yang populer di telinga kami.

DATANG DAN PERGI
Meskipun tidak ada data yang mendukung teori “datang dan pergi“, namun rupanya sudah sangat dimaklumi bahwa setiap ada yang datang mesti ada yang pergi. Setiap ada manusia datang terlahir di dunia, maka di belahan bumi lainnya ada yang meninggalkan dunia ini. Tetapi tentu saja hal ini tidak dapat dijadikan rujukan apalagi untuk kajian ilmiah.

Dalam interval waktu diklat 90 hari itu, Ibunda kami termulia pergi meninggalkan kami untuk selamanya, tepat pada hari Sabtu 19 Juni 2010 menjelang adzan magrib berkumandang. Dalam usianya yang mencapai 60 tahun, beliau menghadap Allah setelah mahapurna menjalankan tugasnya sebagai isteri bagi Ayah kami dan ibu bagi anak-anaknya. Kami bersaksi bahwa ibunda telah menunaikan kewajibannya semasa hidup, dan kami berdoa semoga Allah memberikan hak-haknya kelak.

Betapa banyak kasih sayang dari orang-orang yang disampaikan untuk ibunda kami termulia, itu semua kami yakini karena semasa hidup ibunda senantiasa menanamkan kasih sayang sehingga pada saatnya ibunda menuai kasih sayang dari banyak orang.

Duhai ibunda tercinta, jika orang melihat kami baik, maka itu karena engkau telah mencontohkan kami kebaikan. Namun, jika orang menilai kami kurang baik, pastilah itu karena kami bandel tidak menuruti kata-katamu. Untuk itu, kami mohon maaf, bunda…

Sementara itu, Kang Ahmad Saprudin, senior kami cakim angkatan III di Pengadilan Agama Tangerang, juga telah pergi dalam interval waktu diklat 90 hari. Ia pergi dari Tangerang dan bertugas di Muara Enim dengan jabatan hakimnya. Ibu Alia Al-Hasna, seorang hakim perempuan di Tangerang sebagai senior partner dalam diskusi, juga pergi untuk menjabati Wakil Ketua PA Cilegon. Ibu Suhaimi juga pergi dari Tangerang untuk bertugas di Mahkamah Agung. Dan yang terakhir, Pak Tata Sutayuga (Ketua PA Tangerang) juga pergi untuk dilantik sebagai Wakil Ketua PA Jakarta Utara. Untuk mereka yang pergi, selamat bertugas dan semoga sukses, serta terima kasih atas kebersamaan selama ini.

Di samping mereka yang pergi, ada pula dua orang yang datang sebagai capeg baru angkatan 2010 di PA Tangerang. Untuk mereka, kami ucapkan: selamat datang kawan…

Teori “datang dan pergi“ itu pun muncul saat terakhir di pusdiklat. Tanggal 3 Mei kami datang di Mega Mendung, dan tanggal 1 Agustus 2010 kami pergi dari Mega Mendung, meskipun sebagian kecil masih harus bermalam di sana untuk kemudian pergi esok harinya menuju peraduan masing-masing.

ITU SAHABATKU
Mengakhiri candita kali ini, perkenankan saya mengutip pesan singkat yang panjang dari seorang kawan, “Aku tidak mengharapkan menjadi orang penting dalam hidupmu, itu terlalu berlebihan bagiku. Yang aku harapkan, jika suatu saat nanti kamu mendengar namaku disebut, tersenyumlah dan ucapkan: “ITU SAHABATKU””

Kawan, jika suatu saat nanti, diantara kita ada yang dimuliakan Allah melalui kebaikan karir, maka ingatlah masa 90 hari di saat kita masih sama-sama datang dengan keluguan, bermain, belajar, dan menatap masa depan dengan penuh kebersamaan.

Dari Kota Jogja ke Pelabuhan Merak
Mampir sebentar di Pelabuhan Ratu
Meskipun raga kita berjarak
Namun jiwa tetap menyatu

Candita = Catatan Edi Hudiata
Jumat, 06 Agustus 2010 Pukul 23.00 WIB
kupersembahkan cerita ini untuk Ibuku termulia,
kawan-kawan Diklat Cakim V, para senior di kantor,
dan siapapun yang berkenan membacanya