MY NAME IS “BRO”

[behind the stage story ‘dibuang sayang’]

CANDITA #19

 

 

 

SEPERTI DITAMPAR SENDIRI            

“Good Morning, Sir!”, sapaan sekaligus ucapan selamat datang untukku hampir pada setiap pagi saat masuk kantor. Suara lembut itu keluar dari mulut seorang yang berperawakan asli Indonesia. Pemuda Indonesia yang lahir pada 12 Juni 1982. Berkelana kesana-kemari dan akhirnya melabuhkan diri menjadi tenaga honor di Pengadilan Agama Tangerang.

 

Kami biasa memanggilnya “Bro”, atau jika ia berada di suatu tempat yang cukup jauh, kami akan memanggilnya “Ibroooooo” dengan suara panjang, tentunya. Dan, biasanya, ia akan menjawab sesuai dengan siapa yang memanggilnya. Jika yang memanggilnya adalah berasal dari Sunda, maka ia akan menjawab “Muhun, aya naon?”. Jika Orang Jawa yang memanggilnya, ia akan menjawab “Enggih, wonten nopo?”. Begitulah Ibro, begitu pandai berbicara dengan beberapa logat bahasa daerah lainnya.

 

Yang menarik darinya selain selalu berupaya ‘melayani konsumen’ (istilah yang ia gunakan untuk menjadi OB), adalah selalu semangat belajar bahasa Inggris. Sapaan pagi hari yang ia lontarkan padaku adalah salah satu bukti betapa ia ingin memanfaatkan kesempatan yang ada, tanpa ada yang terbuang sedikitpun. “Sir, I want to talk English with you” katanya, saat mengantarkan sesuatu di ruanganku. Dari enam tenaga honorer di Pengadilan Agama Tangerang, masing-masing memiliki kemampuan dan kehebatannya. Nah, di antara mereka, ada yang pandai bahasa Inggris, dialah Ibro.

 

Awal mula perkenalannya dengan bahasa Inggris adalah ketika ia menjadi pekerja di sebuah toko fotokopi. Seorang guru MTs bernama Nur’aini yang juga isteri dari salah seorang Hakim di PA Tangerang, sering memfotokopi pelajaran berbahasa inggris di tempat Ibro bekerja. Kemudian, ia meminta izin untuk mengkopi satu eksemplar setiap kali Bu Nur’aini memfotokopi. Ibro membaca dan mempelajari buku-buku fotokopian itu di malam hari, saat tugasnya sebagai pekerja fotokopi telah selesai. Dan sedikit demi sedikit ia melafalkannya sendiri, kemudian ia meminta Bu Nur’aini mengoreksi apakah cara baca Inggrisnya sudah sesuai aturan atau belum. Ibro terus berproses, sampai akhirnya ia sedikit lancar untuk berdialog menggunakan bahasa Inggris dengan Bu Nur’aini.

 

Setelah sepuluh tahun ia mengabdi menjadi tukang fotokopi, kemudian ia ‘mutasi’ menjadi tenaga honorer di Pengadilan Agama Tangerang sejak 25 Desember 2008. Di PA Tangerang ia mulai lupa bahasa Inggris karena tak ada lagi Bu Nur’aini yang biasa memfotokopi. Namun, selang beberapa bulan, Ibro mendapat partner untuk konversasi dengan Bu Alia Hasna, Hakim yang masuk ke PA Tangerang dan sekarang menjadi Wakil Ketua PA Cilegon. Kepadanya, Ibro kembali mengasah dan memperlancar bahasa Inggris. Baik Ibro maupun aku, banyak ilmu yang kami dapat dari Bu Alia Hasna tentang bahasa Inggris. Yup, Bu Alia memang selalu semangat untuk berbicara bahasa Inggris di Kantor dengan siapapun dan kapanpun. Kepergian Bu Alia ke Cilegon merupakan kebanggaan bagi kami karena beliau menjadi Wakil di sana. Namun, kami juga merasa kehilangan karena sekarang kami tak lagi ada partner konversasi.

 

Luar biasa! Aku jadi malu sendiri. Ibro yang hanya lulusan SD, tetap memiliki semangat hidup untuk memantaskan diri menjadi manusia pembelajar. “Keturunan Putra Mahkota Banten, boleh dikatakan memiliki titisan darah seorang Aulia” seloroh Ibro saat mengenalkan diri padaku. Saat kutanya kenapa ia senang bahasa Inggris, ia menjawab penuh semangat “Supaya bisa ke luar negeri untuk mencari rejeki.” Decak kagum aku untuknya tak juga berhenti saat kudengar cita-citanya untuk menginjakkan kaki di Negeri Paman Syam, Amerika. Nun jauh di lubuk hati, aku seperti tertampar oleh tangan sendiri dan seolah ada yang mengatakan: “Hey, tidakkah kau lihat, betapa ia begitu mensyukuri kehidupannya dengan melakukan yang terbaik!”

 

Yah, aku seperti tertampar tanganku sendiri. Lebih tepatnya, tertampar oleh semangat seorang lelaki yang memiliki hobi mengisi TTS, peminum kopi hitam, penyuka semua jenis olahraga dengan dopping rokok, bernama lengkap Muhammad Raden Mas Asgari. Yah, aku termasuk kaget ketika mendengarkannya menyebutkan nama asli. Bahkan, Affan yang duduk satu ruangan denganku pun terheran-heran mendengarkannya. Dan kami pun berseloroh, “Nama kamu kayak nama keturunan Raja Majapahit hehehe”.

 

Ibro memang suka kopi dan rokok, bahkan “saya bisa tahan tidak makan dari pagi sampai sore hanya dengan kopi dan rokok”, suatu ketika saat aku menanyakan kenapa. Sebenarnya sudah banyak yang mengingatkan tentang kebiasaannya yang tidak pernah sarapan pagi itu, tapi apa boleh buat, Ibro tetap yakin dengan apa yang ia lakukan sampai sekarang. Meskipun begitu, lelaki yang memiliki satu anak bernama Amutia Cahya ini, menyukai berbagai jenis olahraga. Beberapa minggu yang lalu, kami mengajaknya main futsal, dan sebagai kiper ia berhasil mematahkan bola tendangan lawan.

 

Jadi, berkaitan dengan judul candita kali ini, aku tidak bercerita tentang orang asing yang hendak mengenalkan dirinya. Judul ini juga bukan cerita tentang film baru seperti film “My Name Is Khan” yang dibintangi Sakhruk Khan yang ganteng dan banyak digemari ibu-ibu. Adapun kesamaan judul Candita dengan judul film itu hanya disengaja saja hehe.

 

Ups, aku lupa. Saat Ibro mengucapkan sapaan di pagi hari, dengan senyum renyah aku membalasnya: “Good morning, Bro…”.

 

 

 

Candita = Catatan Edi Hudiata

Kamis, 26 Nopember 2010 Pukul 16.47 WIB

Di tengah suasana kantor yang hangat [kadang hangat banget],

kupersembahkan cerita ini untuk kawanku Ibro,

Good Morning, Bro!