MEREKA BILANG KAMI ROMANTIS

[suplemen untuk pasangan segala umur]

CANDITA #22

“…

Sepanjang hidup bersamamu

Kesetiaanku tulus untukmu

Hingga akhir waktu kaulah cintaku

Sepanjang hidup, seiring waktu

aku bersyukur atas hadirmu

Kini dan selamanya aku milikmu

…”

(Maher Zain, “Sepanjang Hidup”)

PASANGAN FENOMENAL

Entah kenapa belakangan ini saya senang memutar video compact disc berisi lagu-lagu Maher Zain, terutama yang judulnya saya tuliskan di atas. Sebenarnya lagu ini asalnya berbahasa Inggris dengan judul “For The Rest of My Life”, tapi karena bahasa inggris saya ‘ala qodrihi (b. arab, artinya : ala kadarnya), jadis saya lebih cocok bahasa melayu. Buat kamu yang belum pernah dengar, coba deh simak lagunya. Begitu damai rasanya.

Mungkin diantara kita sudah banyak yang mendengar kisah cinta fenomenal seperti Romeo dan Juliet yang berakhir tragis dengan kematian. Kisah cinta produk tatar sunda yang juga sering menghiasi layar kaca televisi Indonesia adalah Kang Kabayan dan Nyi Iteung dengan berbagai gaya banyolannya.

Yang terakhir dan masih hot from the oven adalah kisah cinta pasangan spektakuler abad ini, bahkan pernikahannya disebut sebagai The Royal Wedding, Pangerang William dan Putri Kate Middleton, pada hari Jumat 29 April 2011 dengan 1900 undangan ekslusif. Tentu saja, karena ini pernikahan ala kerajaan, maka tak lepas dari parade konvoi mobil klasik termahal khusus kerajaan Inggris, dan yang pasti hajat akbar ini akan menghabiskan dana besar. “Meski belum angka pasti berapa biaya pernikahan William-Kate, banyak yang memperkirakan pernikahan ini menghabiskan USD16 juta (Rp144 miliar),” tulis Daily Beast, sebuah media di Inggris dalam situs maya-nya.

Pastilah anda berdecak kagum dengan angka nominal diatas. Tapi, sesungguhnya cinta itu tidak perlu dana! (wew, kebayang pasti banyak orang yang melempar kertas ke muka saya haha). “Emang hidup mau makan cinta?” tutur seorang ibu nun jauh di sana, saat anaknya hendak menikah dengan seorang lelaki yang tak jelas pekerjaannya. Curcol nih, hahay…

Tapi, memang ada pasangan fenomenal yang patut jadi inspirasi buat pasangan muda dan pasangan tua. Pasangan ini cocok disebut sebagai pasangan yang menjalani rumah tangganya dengan berlandaskan iman, beratapkan takwa, berdinding saling percaya, dan berjendela ketulusan. Pasangan itu adalah Habibie dan Ainun.

Situs detik.com menuliskan, “Kisah cinta mereka memang tidak mendunia seperti Romeo dan Juliet. Namun, apalah arti mendunia jika itu hanya kisah rekaan seorang William Shakspeare. Kisah cinta Bacharuddin Jusuf Habibie dan Hasri Ainun Besari tidak hanya nyata, namun juga menginspirasi banyak kalangan.”

Dimana bisa kita dapatkan cerita pasangan Habibie dan Ainun? Tidak usah bingung, cukup baca buku « Habibie & Ainun » buah hati Bacharudin Jusuf Habibie sebagai ungkapan rindunya kepada isteri tercinta, Hasri Ainun Habibie. Buku ini harganya sekitar Rp. 80.000,-an, banyak nilai inspiratif yang bisa kita reguk dari isinya. Beberapa diantaranya ingin saya share disini, tolong bantu yah…

SALING PUJI, SALING DOA

Dalam buku setebal 323 halaman ini, Habibie menceritakan kisah perjalanan hidupnya. Mulai dari awal pertemuannya dengan Ainun, sampai akhirnya Ainun menghembuskan nafas terakhir pada 22 Mei 2010. Hampir pada setiap bab yang berjumlah 37 bab ini, Habibie selalu menyebut nama Isterinya, Ainun, sebagai perempuan yang senantiasa memberinya dorongan hingga dia bisa sesukses sekarang. Sangatlah masuk akal jika Habibie terus menerus menyebut nama Ainun yang telah menemaninya selama 48 tahun 10 hari, karena pada dasarnya mereka telah menjadi manunggal, lahir dan batin.

Yang luar biasanya, Habibie dan Ainun juga bisa berkomunikasi satu sama lain tanpa perlu berbicara! seperti yang ditulisnya pada halaman 120 “Sering wajah dan mata kami menyampaikan perasaan dan informasi tanpa berbicara. Telepati kami terus berkembang kualitasnya.”

Dan, keduanya selalu saling memuji. Inilah yang menjadi obat kelanggengan cintanya. “Ainun adalah “Lucky Angel”, dan saya “Lucky Man”, demikian hubungan kami karena cinta yang murni, suci, sejati, sempurna dan abadi telah menjadikan kami menyatu.” begitulah tulis Habibie mengakhiri halaman 120 tadi.

Kisahnya yang dituangkan dalam tulisan bergaya tutur (feature) ini, senantiasa membuat pembacanya berdecak kagum. Sebagai putra bangsa Indonesia, kecerdasan Habibie tidak diragukan lagi oleh Negara lain, sampai ia beberapa kali dipinta untuk merintis beberapa pesawat terbang berteknologi tinggi di Jerman, Filipina, dan Negara lainnya. Bahkan konon katanya, ia dijuluki sebagai Mr. Crack, karena telah menemukan ‘obat’ anti retak sayap pesawat. Ckckck. Luar biasa!

Kecerdasan dan segudang prestasinya telah sampai di telinga Presiden Republik Indonesia, Soeharto. Kemudian Habibie pun dipanggil untuk mengabdikan dirinya pada Tanah Air Tercinta untuk mulai merintis sarana dan prasarana majunya teknologi penerbangan Indonesia.

Dari kisahnya sebagai pekerja di sebuah perusahaan di Jerman, sampai ia diangkat menjadi Wakil Presiden, dan kemudian menjadi Presiden ke-3 Republik Indonesia, tak satupun Habibie berhenti menyebut nama Ainun. Two thumbs up! Salut!

Habibie dan Ainun datang dengan latar belakang berbeda. Habibie berlatar belakang teknik, sementara Ainun seorang dokter. Namun demikian, keduanya seperti menjadi satu, tak ada perbedaan. Keduanya manunggal, seperti yang sering disebut Habibie dan Ainun dalam buku ini. “Ainun dan saya manunggal berdasarkan cinta yang murni, suci, sejati, sempurna, dan abadi menghadapi segala tantangan dan permasalahan yang perlu diselesaikan.”

Habibie dan Ainun memang bukan berlatar belakang agama. Namun keduanya sangat taat menjalankan perintah agama baik yang wajib maupun yang sunnah. “Demikian sifat Ainun yang religius selalu bersama saya puasa tiap hari Senin dan Kamis dan setiap hari membaca satu juz kitab suci Alquran” (hal. 158). Asli, pas nulis bagian ini merinding sendiri, merasa saya ini belum berbuat apa-apa. Hiks.

Tak hanya itu. Ada beberapa nilai inspiratif lain yang bisa kita reguk: saling memberi kabar dimanapun berada. Saling meminta pendapat dalam segala hal. Saling menjalankan tugas tanpa mengganggu yang lain. Dan masih banyak lainnya.

HUBUNGAN SAYA DAN HABIBIE

Saya memang bukan saudara kandung Habibie. Saya juga bukan keponakan Habibie. Saya tidak termasuk dalam daftar orang yang disebut Habibie dalam buku ini. (Ya iya lhaa.. emang lo siapa, Ed? L)

Saya dan Habibie memang berbeda latar belakang. Bahkan kami tak saling mengenal. Saya banyak tahu tentang Habibie. Habibie belum tentu tahu (penghalusan bahasa dari: “pasti tidak tahu”) siapa saya. Namun demikian, saya dan Habibie punya satu kesamaan dalam memposisikan perempuan. Saya dan Habibie sama-sama meyakini bahwa perempuan itu lebih berfungsi sebagai “orang yang menenangkan” seperti tulisan Habibie berikut ini: “Ainun selalu mandiri dan tidak pernah mengeluh dan menggangu pekerjaan saya. Seberat apapun pekerjaannya, ia selalu memberi senyumannya yang menenangkan saya dan selalu kurindukan sepanjang masa,” (hal. 120).

.

Jika Habibie selalu menyebut Ainun selalu menenangkan karena memang begitulah hakekatnya wanita. Saya secara sengaja mendapatkan istilah ‘menenangkan’ ini dari Kitab Suci Al-Quran, surat Ar-Rum, ayat 21 (keseringan dapet undangan pernikahan jadi apal deh hehe): “Dan di antara tanda-tandaNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tenang kepadanya,”. Kalimat “litaskunuu ilaihaa” adalah bermakna “agar kamu (suami), merasa tenang bersamanya (isteri).” Ini hanya penafsiran tekstual saya saja. Kamu boleh setuju, boleh juga memberikan penafsiran lainnya.

Kembali ke buku Habibie & Ainun. Dalam bagian akhir, Habibie membisikkan di telinga belahan jiwanya yang telah pergi itu: “48 Tahun 10 hari, Allah Engkau telah menitipi cinta abadi yang menjadikan kami manunggal. Manunggal yang dipatri oleh cinta yang murni, suci, sempurna dan abadi,” (hal 296).

Baiklah, jam tangan saya menunjukkan pukul 17.17 WIB, saya harus pulang ke kostan, mempersiapkan diri shalat magrib dan karena hari ini bertepatan dengan haul almarhumah Ibunda tercinta, Hj. Nasiyah, maka malam ini saya ingin membaca doa untuk beliau dan untuk kebaikan kita semua. Salam hangat.

Candita = Catatan Edi Hudiata

Kamis, 09 juni 2011 Pukul 17.17 WIB

Ditulis dengan penuh cinta

untuk Rechtika Dianita